Polda Metro Jaya berhasil mengungkap 250 kasus terkait premanisme sepanjang tahun 2025, dengan total 348 tersangka diamankan. Dua kejadian menonjol yang berhasil ditangani adalah pendudukan lahan parkir di RSUD Tangerang Selatan dan kasus pemerasan terhadap pedagang di Pasar SGC.
Penindakan Premanisme dan Dampaknya
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imannudin, menyatakan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan TNI dan pemerintah daerah untuk menindak aksi premanisme di wilayah hukum Polda Metro Jaya. “Sepanjang tahun 2025, terdapat 250 kasus dengan 348 tersangka,” ujar Kombes Iman dalam Rilis Akhir Tahun (RAT) 2025 Polda Metro Jaya, Rabu (31/12/2025).
Iman menambahkan bahwa penindakan ini bertujuan untuk menciptakan Jakarta yang aman dan kondusif. “Dampak positif yang diharapkan penindakan hukum terhadap premanisme, terciptanya lingkungan yang lebih aman dan nyaman, terutama di ruang ruang publik area perbelanjaan dan kawasan usaha yang sebelumnya rawan aksi premanisme, pemerasan dan intimidasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia berharap iklim keamanan yang kondusif di Jakarta dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. “Adanya dukungan pertumbuhan ekonomi, ini yang kita harapkan dengan terciptanya iklim keamanan kondusif di Jakarta, maka roda perekonomian Jakarta akan terjaga dan terjadi perkembangan,” imbuhnya.
Penindakan TPPO dan Perlindungan Perempuan dan Anak
Selain aksi premanisme, Direktorat Reserse Kriminal Umum juga menindak tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta tindak pidana terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan data yang ada, jumlah kejahatan terhadap kelompok rentan pada 2025 mengalami penurunan sebesar 8,82 persen dibandingkan tahun 2024.
“Sepanjang tahun 2025, pengungkapan kasus TPPO dan perlindungan perempuan dan anak, ada 16 kasus untuk TPPO dan 77 kasus untuk PPA. Di mana sudah ada 34 tersangka TPPO, 29 tindak pidana PPA,” tutur Kombes Iman.
Salah satu kasus menonjol yang berhasil diungkap adalah perdagangan anak. Polda Metro Jaya berhasil mengembalikan anak yang dijual tersebut kepada keluarganya. “Beberapa kasus menonjol kami informasikan, kami ambil tiga contoh kasus menonjol. Pertama eksploitasi anak di Jakbar, di mana korban diimingi pekerjaan namun pelaksanaannya korban dipekerjakan dan dieksploitasi secara seksual,” jelasnya.
Penerapan Restorative Justice
Di samping penegakan hukum, Polda Metro Jaya juga memaksimalkan penerapan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Angka restorative justice pada 2025 tercatat sebanyak 93 perkara, meningkat 3,91 persen dibandingkan tahun 2024.
“Mudah-mudahan ke depan (restorative justice) menjadi salah satu harapan baru di dalam proses penegakan hukum sehingga ini akan diperoleh penegakan hukum yang proporsional dan lebih baik, baik itu secara kemanfaatan, keadilan maupun kepastian hukum akan dirasakan oleh masyarakat di Ibu Kota,” ucap Kombes Iman.






