Serikat Pekerja Kampus bersama sejumlah dosen mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini menuntut agar gaji pokok dosen disetarakan dengan upah minimum regional (UMR) di lokasi masing-masing kampus.
Gugatan Terhadap Pasal 52 UU Dosen dan Guru
Gugatan dengan nomor 272/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Serikat Pekerja Kampus yang diwakili oleh Rizma Afian Azhiim, Isman Rahmani Yusron, dan Riski Alita Istiqomah. Mereka secara spesifik menggugat Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dari UU Dosen dan Guru.
Pasal-pasal yang digugat berbunyi:
- Pasal 52 (1): Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
- Pasal 52 (2): Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 52 (3): Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Kondisi Gaji Dosen di Bawah UMR
Para pemohon menyatakan bahwa banyak dosen masih menerima gaji pokok di bawah UMR di daerah tempat kampus mereka beroperasi. Isman Rahmani Yusron, salah satu pemohon, mengungkapkan bahwa gaji pokoknya sebagai dosen di sebuah kampus di Bandung hanya Rp 2.567.252 per bulan. Angka ini dinilai tidak jauh berbeda dengan upah minimum provinsi Jawa Barat tahun 2025 sebesar Rp 2.191.238, dan bahkan di bawah upah minimum Kota Bandung 2025 yang mencapai Rp 4.209.309.
Per Oktober 2025, total penghasilan bersih Isman hanya Rp 2.805.269, yang mencakup gaji pokok dan beberapa tunjangan. Kondisi serupa juga diungkapkan oleh pemohon III, Riski Alika Istiqomah, yang mengaku menerima gaji pokok Rp 1,5 juta, ditambah uang makan Rp 20 ribu per hari kehadiran dan tunjangan peningkatan kinerja Rp 500 ribu. Jumlah total penghasilannya pun disebut lebih rendah dari UMP Jabar 2005 dan UMK Kota Bandung 2025.
Data dari sejumlah kampus swasta juga menunjukkan praktik pemberian gaji dosen di bawah UMR.
Petitum Gugatan ke MK
Para pemohon mengajukan petitum kepada Mahkamah Konstitusi, antara lain:
- Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
- Menyatakan Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai bahwa penghasilan pokok dosen sekurang-kurangnya setara dengan UMR di lokasi kampus, didukung kompensasi lain untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen.
- Menyatakan Pasal 52 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sepanjang kata ‘gaji’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai ‘Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan UMR’.
- Menyatakan Pasal 52 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sepanjang kata ‘gaji’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai ‘Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan UMR’.
- Memerintahkan putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Mereka juga memohon agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutus perkara ini seadil-adilnya (ex aequo et bono) jika memiliki pendapat lain.






