Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyoroti rangkaian bencana banjir dan longsor di Sumatera dan Aceh sebagai catatan penting menjelang pergantian tahun 2025. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menekankan pentingnya kesadaran semua pihak dalam menjaga kelestarian hutan.
Bencana Sumatera Jadi Peringatan Tata Kelola Hutan
Daniel Johan menyatakan bahwa peristiwa bencana di Sumatera merupakan peringatan serius terhadap kondisi tata kelola kehutanan nasional. Ia menilai bencana tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh faktor alam, melainkan juga dipengaruhi oleh degradasi hutan, lemahnya pengendalian perizinan, serta belum optimalnya penegakan hukum terhadap perusak hutan.
“Rangkaian peristiwa bencana banjir dan longsor yang terjadi di berbagai wilayah Sumatera dan Aceh sebagai peringatan serius atas kondisi tata kelola kehutanan nasional kita sekaligus catatan penting dalam refleksi 2025,” kata Daniel dalam pesannya, Selasa (30/12/2025).
Momentum Koreksi Kebijakan Kehutanan
Menurut Daniel, bencana yang terjadi pada tahun 2025 harus dijadikan momentum untuk melakukan koreksi kebijakan kehutanan secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa negara tidak boleh hanya bersikap reaktif setelah bencana terjadi, melainkan harus berani mengambil langkah preventif.
“Peristiwa tahun 2025 harus dijadikan momentum koreksi kebijakan kehutanan secara menyeluruh. Negara tidak boleh terus bersikap reaktif hadir setelah bencana terjadi, tetapi harus berani mengambil langkah preventif dengan memastikan fungsi lindung hutan benar-benar dijaga. Mitigasi kebecenaan harus menjadi arah kebijakan ke depan,” ujar Daniel.
Legislator PKB ini juga menyoroti perlunya peninjauan kembali seluruh perizinan kehutanan dan perkebunan, terutama izin alih fungsi hutan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan lindung, dan wilayah rawan bencana. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada kompromi dalam perlindungan hutan.
Penegakan Hukum dan Pemulihan Ekosistem
Daniel Johan mendesak penegakan hukum lingkungan yang tegas, adil, dan transparan. Ia menekankan bahwa identifikasi pelaku perusakan hutan harus diikuti dengan sanksi nyata, mulai dari pencabutan izin, kewajiban pemulihan lingkungan, hingga proses pidana jika terbukti melanggar hukum.
“Penegakan hukum lingkungan harus dilakukan secara tegas, adil, dan transparan. Identifikasi pelaku perusakan hutan harus diikuti dengan sanksi nyata, mulai dari pencabutan izin, kewajiban pemulihan lingkungan, hingga proses pidana apabila terbukti melanggar hukum,” kata Daniel.
Selain itu, Daniel mendorong agar pemulihan ekosistem hutan dan DAS menjadi prioritas utama dalam perencanaan dan penganggaran tahun 2026. Ia berencana meninjau ulang anggaran di Komisi IV untuk memastikan fokus pada pemulihan hutan.
“Kami juga mendorong agar pemulihan ekosistem hutan dan daerah aliran sungai menjadi prioritas utama dalam perencanaan dan penganggaran tahun 2026. Kami dorong agar anggaran 2026 nanti akan kita review ulang di rapat-rapat di Komisi IV untuk memastikan anggaran fokus pada pemulihan hutan kita,” ujarnya.
Kebijakan Kehutanan Terintegrasi dan Berkelanjutan
Daniel menekankan bahwa rehabilitasi hutan tidak boleh bersifat simbolik, melainkan harus berbasis ekosistem lokal dan berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat adat serta masyarakat sekitar kawasan. Ia berharap kebijakan kehutanan dapat terintegrasi dengan kebijakan mitigasi bencana dan perubahan iklim.
“Hutan harus diposisikan sebagai infrastruktur alam yang melindungi keselamatan rakyat dan keberlanjutan kehidupan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa menjaga hutan bukan semata isu lingkungan, melainkan persoalan keselamatan nasional dan keadilan antargenerasi. Daniel juga menyinggung pembahasan Undang-Undang Kehutanan, di mana ia ingin meminta masukan dari berbagai pihak agar aturan yang digodok menjadi penjaga utama hutan.
“Tahun 2026 harus menjadi titik balik, hutan dijaga, rakyat dilindungi, dan negara hadir sebelum bencana terjadi dengan cara tidak memberikan izin pelepasan kawasan hutan bagi kepentingan semata-mata untuk bisnis,” kata Daniel.






