Pemerintah menerbitkan surat edaran (SE) yang mewajibkan pelaku usaha di ruang publik komersial untuk membayar royalti atas lagu dan musik yang diputar. Aturan ini mencakup restoran, hotel, kafe, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, hingga moda transportasi.
Surat Edaran Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Nomor HKI-92.KI.01.04 Tahun 2025 ini bertujuan untuk memastikan hak ekonomi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait tetap terlindungi.
Penjelasan Aturan Royalti
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum, Hermansyah Siregar, menjelaskan bahwa lagu dan/atau musik yang diputar untuk mendukung kegiatan usaha termasuk dalam pemanfaatan komersial. Oleh karena itu, pengguna layanan publik yang bersifat komersial wajib membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Hermansyah menekankan bahwa royalti merupakan hak ekonomi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait, bukan semata kewajiban hukum. Dengan membayar royalti melalui mekanisme yang benar, pelaku usaha turut menjaga keberlangsungan ekosistem musik nasional.
Peran LMKN dan LMK
LMKN adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menarik, menghimpun, dan menyalurkan royalti secara nasional. Lembaga ini bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. LMK nantinya akan menyalurkan royalti kepada para pemilik hak yang karyanya digunakan.
Komisioner LMKN, Marcell Siahaan, menambahkan bahwa mekanisme ini dibuat agar proses pembayaran royalti lebih mudah dan tertib. “Pelaku usaha tidak perlu bingung harus membayar ke siapa. Cukup melalui LMKN dan kami memastikan royalti tersebut didistribusikan secara adil dan transparan kepada para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait,” ujar Marcell.
Penguatan Regulasi
Penerbitan surat edaran ini memperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik. Pemerintah telah mewajibkan pembayaran royalti untuk penggunaan komersial lagu atau musik kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui LMKN.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga telah menandatangani Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025, yang merupakan aturan pelaksana PP 56/2021. Peraturan tersebut memperluas cakupan penggunaan komersial lagu dan/atau musik, menegaskan tanggung jawab penyelenggara acara/promotor/pemilik usaha untuk membayar royalti, serta mengamanatkan transparansi distribusi ke pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui LMK.
Melalui penerbitan surat edaran ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum mengimbau para pelaku usaha untuk segera memastikan penggunaan musik di tempat usahanya telah sesuai ketentuan. Kepatuhan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta berkontribusi nyata dalam mendukung kesejahteraan kreator dan pertumbuhan industri musik Indonesia yang berkelanjutan.






