Berita

Indonesia Dinominasikan Pimpin Dewan HAM PBB 2026: Peran, Tantangan, dan Harapan Pakar

Advertisement

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengumumkan bahwa Indonesia telah dinominasikan oleh kelompok Asia-Pasifik sebagai calon tunggal untuk memegang jabatan Presiden Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2026. Menanggapi hal ini, pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah, memaparkan peran strategis yang akan diemban Indonesia jika amanah ini resmi disandang.

Peran dan Tanggung Jawab Indonesia

Rezasyah menekankan bahwa secara tradisi diplomatik, Indonesia akan menjalankan mandat ini dengan penuh tanggung jawab. Ia menyoroti rekam jejak diplomasi Indonesia yang dikenal profesional, adil, serta mengedepankan musyawarah dan mufakat. “Secara tradisi diplomatik, Indonesia akan menjalankan amanah ini secara bertanggung jawab. Diplomasi Indonesia sudah dikenal luas sebagai memiliki prinsip-prinsip profesionalisme tinggi, adil, serta mengedepankan musyawarah dan mufakat,” ujar Reza kepada wartawan pada Jumat (26/12/2025).

Untuk menjalankan amanah tersebut secara tegas dan konsisten, Indonesia perlu menyadari tingginya perhatian internasional terhadap isu HAM, baik yang pernah maupun tengah dihadapi di dalam negeri. Perhatian ini, menurut Reza, akan datang dari berbagai lembaga pemerintah luar negeri dan organisasi non-pemerintah.

“Bagi masyarakat internasional, sebuah formula HAM yang berasal dari praktik terbaik negara manapun, termasuk dari Indonesia, hendaknya sudah tuntas, dan tidak menyisakan masalah etika dan hukum yang sekecil apapun,” tuturnya.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia hendaknya meningkatkan sinergi antar kementerian, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan untuk mempercepat penyelesaian masalah HAM di dalam negeri. Upaya ini, setidaknya, dapat dimulai dengan mengupayakan kesepakatan sekecil apapun yang berbasis musyawarah dan mufakat dengan tenggat waktu yang disepakati bersama.

Tantangan dalam Praktik HAM

Rezasyah juga mewanti-wanti potensi benturan antara teori dan praktik HAM, serta bagaimana kritik HAM dapat dijadikan alat dalam persaingan global. “Indonesia hendaknya juga memaklumi perbenturan di tingkat teori dan praktik dari HAM itu sendiri, yang berasal dari kalangan negara maju dan negara berkembang. Karena dalam persaingan global di tingkat geo-ekonomi, geo-politik, dan geo-strategi saat ini, kritik atas HAM yang sekecil apapun, dapat dijadikan momentum untuk mengerdilkan perkembangan demokrasi di banyak negara,” jelasnya.

Ia memprediksi Indonesia akan menghadapi kesulitan dalam menyelaraskan idealisme Pancasila yang mengedepankan kerja sama dan saling pengertian dengan pragmatisme serta kemenangan jangka pendek yang kerap terjadi di lapangan. Hal ini akan teruji dalam kasus-kasus sensitif seperti hak hidup masyarakat Palestina, perlakuan imigrasi di Amerika Serikat, dan konflik masyarakat asli melawan perambahan lingkungan hidup.

Advertisement

Harapan dan Rekomendasi

Rezasyah berharap amanah internasional ini dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dengan keputusan yang terbuka dan berbasis hukum serta etika internasional yang teruji. Ia juga melihat amanah ini sebagai momentum bagi Indonesia untuk mempercepat penyelesaian masalah HAM di dalam negeri, terutama yang timbul akibat kelalaian prosedur di bidang lingkungan hidup.

“Keberhasilan Indonesia menjawab tantangan HAM di tingkat dunia sangat ditentukan juga oleh keberhasilan Indonesia menjawab tantangan HAM di dalam negerinya. Untuk itu, Indonesia hendaknya kreatif mendalami praktik-praktik HAM terbaik yang dapat dimunculkan dari kearifan lokal dari ratusan negara sekaligus,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Reza mengusulkan agar Indonesia dapat memprakarsai upaya Dewan HAM untuk mengundang kalangan Yahudi di luar Israel berbagi pandangan terkait penyelesaian masalah HAM di Palestina. Ia berpendapat bahwa citra baik masyarakat Yahudi sebagai pencinta damai telah dikerdilkan oleh ajaran Zionisme yang dianggap menindas HAM di Timur Tengah.

Proses Nominasi dan Penetapan

Indonesia secara resmi dinominasikan oleh negara-negara anggota Asia-Pacific Group (APG) sebagai calon tunggal Presiden Dewan HAM PBB 2026. Nominasi ini akan ditetapkan dalam Pertemuan Dewan HAM pada 8 Januari 2026. Jabatan tersebut akan diemban oleh Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Sidharto Reza Suryodipuro, yang akan memimpin jalannya sidang dan proses Dewan HAM PBB sepanjang tahun 2026 secara objektif, inklusif, dan berimbang.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, menyampaikan apresiasi atas kepercayaan negara-negara anggota APG. Ia berjanji bahwa Indonesia akan menjalankan amanah ini dengan kepemimpinan yang adil dan mengedepankan perlindungan HAM bagi semua kelompok. “Indonesia menyampaikan apresiasi atas kepercayaan kelompok Asia-Pasifik yang telah menominasikan Indonesia sebagai calon tunggal Presiden Dewan HAM PBB 2026,” kata Sugiono dalam unggahan di akun Instagram Menlu RI pada Rabu (24/12).

Advertisement